Senin, 02 Mei 2011

PERTANYAAN SETELAH LULUS KULIAH???

Tinggal menghitung hari, masyarakat Universitas Pendidikan Indonesia akan disuguhi perhelatan akbar, yaitu pelepasan mahasiswa yang telah lulus dalam mengarungi akademik atau wisuda. Pelepasan mahasiswa yang menjadi rutinitas setiap tahun ini menjadi idaman setiap mahasiswa yang mengenyam pendidikan di suatu perguruan tinggi tertentu, tidak terkecuali di Universitas Pendidikan Indonesia. Namun pertanyaan selanjutnya apakah yang akan para wisudawan bawa untuk menjadi pegangan bagi kehidupannya kelak, padahal tantangan kedepan begitu sangat tinggi, belum lagi mereka harus menghadapi orang – orang yang beranggapan bahwa biasanya lulusan – lulusan perguruan tinggi inilah yang memberikan kontribusi yang besar terhadap angka pengangguran di Indonesia. Mengutip data survei tenaga kerja nasional tahun 2009 yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) terkait tingginya jumlah pengangguran di Indonesia. Data tersebut mengungkapkan, dari 21,2 juta masyarakat Indonesia yang masuk dalam angkatan kerja, sebanyak 4,1 juta orang atau sekitar 22,2 persen adalah pengangguran. Lebih mengkhawatirkan lagi, tingkat pengangguran itu didominasi oleh lulusan diploma dan perguruan tinggi dengan kisaran angka di atas 2 juta orang. Merekalah yang kerap disebut dengan "pengangguran akademik".

Disisi lain lulusan perguruan tinggi ini harus menghadapi kenyataan yang sangat pahit, mereka harus bersaing dengan lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) dalam mendapatkan pekerjaan. Hal itu disebabkan banyak pengusaha yang memilih mencari pegawai siap pakai dengan bayaran rendah. "Pengusaha lebih menyukai merekrut lulusan SMK dengan kompetensi siap pakai dan bayaran rendah, daripada lulusan sarjana dengan kompetensi siap latih dan bayaran tinggi," kata Retno Nartani, General Manager PT Bara Alam Utama pada studium general usaha tambang Batubara. Hal ini memang tidak bisa di generalisasi, namun mau tidak mau lulusan perguruan tinggi ini harus mempersiapkan segala hal yang terkadang lulusan SMK ini lebih kompeten daripada lulusan perguruaan tinggi. Kemudian lulusan perguruan tinggi jangan sampai "manja" sehingga hanya siap latih, bukan siap pakai seperti lulusan SMK. Ketika belajar, siswa SMK lebih banyak praktik, sedangkan sarjana lebih banyak belajar mengenai teori dan tidak terlatih praktik di luar. “Banyak lulusan sarjana bersikap manja, dalam arti ingin langsung dapat posisi bagus. Ada pikiran bahwa saya sarjana, jadinya malas belajar dan ketika dilatih tidak luwes".

Selain itu, perlu diketahui bahwa lulusan perguruan tinggi ini menjadi salah satu meraka yang terkait dengan kasus korupsi, Ketua Mahkamah Konstitusi(MK) Mahfud MD menyatakan, hampir 70 persen koruptor adalah sarjana. Berarti jika melihat pernyataan ini hanya 30 persen saja lulusan perguruan tinggi yang bersih alias dapat menjadi teladan bagi yang lainya.

Apakah kita sebagai mahasiswa atau calon lulusan perguruan tinggi, tidak merasa miris dengan kenyataan – kenyataan ini semua??, Padahal mahasiswa adalah mereka yang menjadi agent of change artinya mahasiswa yang menjadi salah satu tumpuan perubahan bagi mahasiswa yang lainnya bahkan menjadi tumpuan perubahan masyarakat secara umum. Jangan sampai motto yang maknanya sangat dalam dan baik itu menjadi boomerang bagi mahasiswa itu sendiri.

Oleh sebab itu perlu disampaikan bahwa yang namanya mahasiswa adalah mereka yang lebih (maha) dari pada siswa SD, SMP, dan SMA/SMK. Maka segala hal yang tidak dimiliki oleh siswa, kemudian mahasiswa harus dapat mengcover segalanya. Siswa dapat berhasil maka mahasiswa harus lebih berhasil, siswa dapat memberikan yang terbaik bagi bangsa maka mahasiswa selayaknya wajib memberikan yang lebih baik kepada bangsa dan negaranya.

Hal ini memang tidak mudah, perlu adanya partisipasi yang menyeluruh dari segala aspek, mahasiswa perlu mengembangkan dirinya dengan soft skil atau keterampilan yang lain diluar mata kuliah yang digelutinya, seperti kemahiran dalam mengoprasikan komputer, mempunyai kepribadian yang berkarakter dan lain sebagainya. Karena ternyata dunia kerja saat ini memerlukan bukan mereka yang hanya mahir dalam keahlian sesuai dengan bidang masing-masing yang digelutinya saja, tetapi lebih daripada itu dunia kerja membutuhkan orang – orang atau lulusan – lulusan perguruan tinggi yang mampu mengintregrasikan antara kualitas personal dengan prestasi akademiknya, yang kemudian akan menghasilkan insan yang trampil, cekatan dan juga jujur. Itu semua tidak bisa diwujudkan hanya mengandalakan kuliah di kelas saja, lulusan perguruan tinggi harus mempersiapkan jauh – jauh hari sebelum mereka lulus. Berarti, ketika kurang lebih empat tahun mengenyam pendidikan di kampus, mahasiswa harus senantiasa memupuk aspek – aspek yang di butuhkan dunia kerja. Dan itu dapat dibiasakan ketika mengikuti Organisasi – organisasi intra kampus yang ada, karena ternyata sedikitnya ketika seseorang aktif dalam berorganisasi maka mereka akan terlatih bagaimana mereka menghadapi masalah, bagaimana mereka memutuskan putusan yang tidak ringan, yang pada akhirnya dapat berakibat mereka semakin dewasa dan dunia kerjapun menjadi bersahabat denganya.

Jauh dari itu semua menurut Mahfudz MD banyak universitas yang hanya mencetak Sarjana bukan Cendekia. Menurutnya, sarjana hanya dibekali kepintaran otak tanpa diberengi dengan kecerdasan moral. "Lulusan Universitas harus menjadi Cedekiawan bukan hanya sarjana," Lebih jauh lagi ia menjelakan, prilaku untuk menjadi seorang cendekia telah tersurat dalam kitab suci Al-Qur'an. Dalam kitab suci al-qur’an disebutkan, kita harus menjadi generasi Ulul Albab. Yaitu mereka yang mempunyai pengetahuan yang luas dibarengi dengan moral yang mendalam. Termasuk dengan filosofi yang tersirat dalam pembukaan Undang-undang Dasar (UUD 1945). Yang mana tertulis secara jelas bahwa tujuan didirikannya negara ini adalah untuk melindungi segenap bangsa dan segala tumpah darah Indonesia. Serta mencerdaskan kehidupan umum. Kata-kata mencerdaskan kehidupan umum adalah cerdas di otak dan cerdas di hati, maka lulusan sarjana sepantasnya harus menjadi cendekia sehingga memiliki akhlakul karimah.

Memang bukanlah menjadi ukuran kesuksesan lulusan perguruaan tinggi itu dengan mereka langsung bekerja, tetapi tidaklah salah jika mahasiswa mempersiapkan dari jauh-jauh hari, supaya tidak ada kekecewaan di kemudian hari. Namun pada akhirnya, semua ini akan dikembalikan kepada mahasiswa atau lulusan perguruan tinggi itu sendiri, mau kemanakah setelah ini?? Setelah bersorak bergembira karena sudah lulus kuliah, apakah kegembiraan itu akan berlanjut setelahnya lulus?? Jawabanya hanya engkau yang tahu..wallahua’lam

1 komentar:

Nurul Maria Sisilia mengatakan...

blogwalking.....
follow juga ya:
http://nurumarialsisilia.blogspot.com/

Posting Komentar

 

KABAR TERKINI

KATA MUTIARA

GALLERY