Jumat, 27 Mei 2011

Tiga tanda kekuasaan Allah


Moch. Sya’ban Abdul Rozak

Fenomena bencana yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia jika di hitung-hitung begitu mengemuka banyak sekali, kejadiannyapun bukan disengaja atau kebetulan, karena sesungguhnya apa yang terjadi bukan tanpa aturan atau hanya sekedar dinamika kehidupan. Tapi jauh dari itu semua bahwa fenomena ini sudah dijanjikan oleh yang maha menjanjikan. Dialah Allah yang maha hebat dan maha dari segala sesuatu.

Keeksistensian fenomena bencana yang terjadi itu sebenarnya bukan tanpa sebab karena itu semua menuntut kepada manusia untuk senantiasa berfikir, bertafakur, dan menjadikan semua itu sebagai peringatan yang mesti dan menuntut perubahan dalam diri setiap insan yang mempunyai akal.

Paling tidak, runtutan fenomena bencana yang terjadi saat ini terdiri dari fenomena bencana Alam yang mengamuk, gempa menggoncangkan bumi, lautan mengmuntahkan segala isinya, belum lagi serangan sebagian daerah dengan ulat bulu, sampai fenomena bencana akhlak yang terjadi akibat ulah dan prilaku manusia yang tidak berprikemanusiaan, mencuri dan korupsi sudah jadi berita yang tidak bisa dielakan lagi di televisi, mabuk dan narkoba sudah menjangkit menjadi makanan dan minuman yang biasa saja, berbuat mesum di depan umum sudah tidak ada rasa malu lagi, belum lagi perbuatan – perbuatan manusia yang lain yang merusak semua elemen bangsa.

Melihat dan memperhatikan semua fenomena bencana yang terjadi ini, apakah kita tidak tergerak atau menggerakan suatu keinginan untuk mengadakan perubahaan. Perubahan tidak dapat diwujudkan hanya dengan kata dan propaganda semata, perlu adanya aksi nyata yang dimulai dari diri kita. Karena sesungguhnya perubahan akan segera menjelma jika kita beraksi dan memulai semuanya sesuai dengan kemampuan yang kita miliki.

Disini mari kita lihat apa yang sebenarnya telah Allah swt sampaikan berkenaan dengan semua fenomena bencana yang terjadi di muka bumi ini. Di dalam Al-Qur’an Allah mengungkapakan beberapa ‘Adilah ataupun tanda-tanda supaya manusia berfikir dan bertafakur. Paling tidak Al-Qur’an mengungkapakan tiga ‘adilah atau tanda-tandanya, pertama yaitu ‘Adilatul Khalqi, ‘Adilatul Hikmah, dan ‘Adilatul Qudrah. Mari kita sakisikan bersama ketiga tanda – tanda yang Allah berikan ini dengan merincikan satu persatu.

Pertama ‘Adilatul Khalqi atau tanda-tanda dari penciptaan, ini adalah pemberi tahuaan Allah terhadap manusia terhadap tanda tanda penciptaan seluruh ciptaannya. Keimanan seseorang akan tumbuh salah satunya dengan diperlihatkan dengan keaguanga Allah atas ciptaan yang diciptakannya. Contohnya Allah menciptakan gunung yang menjulang tinggi, lautan yang terhampar luas, makhluk-makhluk ciptaanya seperti manusia, hewan, tumbuhan dan lainsebagainya. Ini semua tiada lain dan tiada bukan adalah untuk memberikan penjelasan kepada mereka makhluk yang mempunyai akal, dan itulah manusia.

Kedua ‘Adilatul Hikmah atau tanda – tanda hikmah maksudnya adalah Allah telah menciptakan seluruh ciptaannya, dan dari apa yang telah diciptakanya itu akan menimbulkan hikmah yang terkandung didalamnya. Contohnya Allah berfirman:

وَاللَّهُ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَسُقْنَاهُ إِلَى بَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَحْيَيْنَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا كَذَلِكَ النُّشُورُ (9)

“ dan Allah, Dialah yang mengirimkan angin; lalu angin itu menggerakkan awan, Maka Kami halau awan itu kesuatu negeri yang mati lalu Kami hidupkan bumi setelah matinya dengan hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu.” (terjemah QS Fathiir : 9)

Dalam ayat ini disebutkan bahwa Allah menciptakan angin kemudian angin itu dia kirimkan untuk menggerakan awan yang mana selanjutnya awan akan bergerak untuk menyuburkan ladang yang mati atau tandus dengan perantara hujang yang keluar dari awan. Kemudian setelah itu akan ada kehidupan, manusia akan dapat minum, makan buah – buahan. Dan ini semua adalah hikmah dari apa yang telah Allah ciptakan. Maka apakah manusia mengira bahwa semua ini hanya kebetulan saja??. Dan masih banyak lagi hikmah - hikmah yang terkandung dalam semua ciptaannya. Maka ‘adilatul hikmah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi keberlangsungan hidup manusia dibawah naungan keimanan yang paripurna.

Terakhir adalah ‘Adilatul Qudroh atau tanda-tanda kekuasaan Allah, artinya tanda – tanda ini tidak dapat dicapai oleh kekuasaan manusia dan hanya Allah sajalah yang mampu dan untuk mewujudkannya. Contohnya adalah Allah berfirman:

وَهُوَ الَّذِي مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ هَذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ وَهَذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَجَعَلَ بَيْنَهُمَا بَرْزَخًا وَحِجْرًا مَحْجُورًا (53)

“dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (terjemah QS. Al-Furqan : 53)

Jika kita perhatikan secara seksama ayat ini menerengkan bahwa Allah menciptakan dua lautan atau dua jenis air yang berdampingan dalam satu tempat dan antara satu dengan yang lainnya tidak saling mencampur meskipun salah satu dari keduanya paling dominan. Dan fenomena ini telah terjadi, mungkin kita pernah mendengar fenomena sungai di dalam laut di perairan meksiko yang menggemparkan kala itu, dan bahkan akhir-akhir ini ditemukan di daerah Sulawasi Selatan sebagian air laut rasanya tawar padahal seperti kita ketahui air laut itu rasanya asin, kalaupun dapat bercampur antara air tawar dikarenakan hilir dari air sungai itupun tidak akan selamanya air laut berubah menjadi tawar rasanya karena air laut sangat dominan dibanding air sungai itu. Tetapi realitanya kedua air itu tidak saling bercampur padahal berada dalam satu tempat. subhanallah

Firman Allah yang lain:

وَإِذَا الْبِحَارُ فُجِّرَتْ (3)

“ dan apabila lautan menjadikan meluap” (terjemah QS. Al Infithar : 3)

Lautan meluap taukah apa itu??? Mungkin jika kita melihat fenomena bencana saat ini disebut tsunami. Yaitu ketika semua yang ada dalam lautan dihempaskan kedaratan. Dan masih banyak lagi fenomena bencana atau tanda-tanda yang terjadi. Dan semua Itu termasuk tanda-tanda Qudrahnya Allah, manusia sebagai makhluk tidak dapat mewujudkannya karena hanya Allah saja yang mampu untuk merealisasikan semua itu.

Penjelasan-penjelasan telah dipaparkan, tanda-tanda Nya pun tidak akan pernah hilang dan musnah, ketiga tanda – tanda itu pun akan tetap abadi dan bahkan dengan seiringnya waktu yang berjalan, tanda – tanda itu akan semakin bermunculan dikarenakan banyak manusia yang makin jauh dan ingkar terhadap kekuasaan dan kebenaran Allah.

Terakhir,, apakah kita aka semakin menjauh kepada Allah, tuhan semesta Allah padahal tanda-tanda kekuasaannya telah diperlihatkan??, apakah kita akan berubah hanya ketika Allah tidak memberikan waktu kedua kepada kita, yaitu kematian??? Apakah kita akan tetap istiqomah dalam keburukan, kemusyrikan dan kedangkalan iman yang semakin merajalela??. Inilah sebuah tulisan untuk peringatan, dan tafakuran bahwa sesungguhnya kita manusia yang harus menanamkan keimanan. Menjadikan Allah segala-galanya, jangan sampai penguasaan hawa nafsu menjadi hal yang bukannya membangun diri, tetapi merusak diri. Allahu a’lam

Read more »

Kamis, 05 Mei 2011

PERAN ULAMA Terhadap MEDIA DI INDONESIA


Moch. Sya’ban Abdul Rozak

Dahulu sebelum teknologi berkembang pesat, orang desa tidak akan mengetahui siapakah presiden mereka, bagaimana bentuk wajahnya, bagaimana kepribadianya dan lain sebagainya. Orang indonesia pun tidak akan pernah mengetahui apa yang sedang terjadi di negara lain. Hal ini terjadi karena tidak adanya sarana untuk mengatahuinya. Kala itu dunia sangat luas tanpa batasan, artinya antara seseorang di suatu negara dengan seseorang yang ada di negara lain saling berjauhan. Persepsi masyarakat ditentukan hanya oleh masyarakat yang bersangkutan saja. Karena disini tidak ada unsur pengaruh mempengaruhi kalaupun ada itu hanya bersifat sementara dan sekejap saja.

Namun jauh dari itu semua, semakin dunia berjalan maka tingkat ilmu pengetahuan semakin meningkat pula, yang pada akhirnya teknologipun dapat dirasakan oleh semua elemen masyarakat, tanpa melihat apakah itu orang kota ataupun orang desa. Dan manfaatnya luarbiasa sangat besar dan banyak. Seseorang dapat mengetahui apa yang terjadi diluar sana hanya dengan meng’klik’ satu tombol saja. Atau bahkan seseorang dapat melihat lawan bicaranya padahal berlainan daerah atau negara dengan melalui teleconfren. Hal itu mudah untuk ukuran zaman sekarang. Maka manusia akan merasakan kemudahan, kenikmatan hingga rasa bahwa dunia ini begitu sempit.

Fenomena ini mau tidak mau mesti terjadi, pasalnya keniscayaan manusia mempunyai akal yang terus berkembang setiap saat. Karena akibat buah dari pemikiran yang terus berkembang. Dari sini manusia di tuntut untuk terus mempergunakan otaknya untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai manfaat bagi manusia yang lainnya.

Jika fenomena perkembangan teknologi adalah suatu keniscayaan maka hasil dari itupun menjadi keharusan. Dan salah satu hasil dari teknologi yang berkembang adalah media, media adalah sarana untuk saling dekat. Media ada yang bersifat cetak (koran, tabloid, majalah, dll), elektronik (Radio, Televisi dll) sampai media dunia maya atau Internet. Keberadaannya terkadang dapat mendatangkan manfaat namun terkadang pula mendatangkan hal yang bersifat madharat. Tidak sedikit kita mendengar anak SMA berbuat mesum karena idola yang ada di televisi melakukanya juga, atau anak-anak melakukan tawuran karena melihat gerakan smack down di televisi yang dahulu pernah menjamur.

Namun sebenarnya dengan adanya media dapat memberikan kontribusi yang baik dan efektif dalam mengembangkan peradaban yang mulia lagi sejahtera. Jika kita meninjau lebih dalam yang menguasai media saat ini bukan mereka yang mempunyai komitmen untuk perubahan bangsa menuju yang terbaik. Terlebih jika kita melihat fenomena tontonan televisi yang sudah tidak mendidik lagi, bayangkan anak zaman sekarang pagi-pagi sudah di suguhi sponge bob yang isinya tidak lain hanya pembodohan untuk anak. Kemudian sore hari bertepatan dengan waktu mereka shalat magrib dan mengaji, sekarang berbalik malah lebih asyik dengan tontonan yang sama. Ataupun contoh lain, jika kita mengamati anak muda saat ini lebih menyenangi pergelaran musik di televisi pada jam-jamnya produktif untuk bekerja atau sekolah, paling tidak ada tiga stasiun televisi yang mempunyai program musik setiap paginya, padahal pemuda hari ini adalah pemimpin yang akan datang, mereka asik hura-hura tanpa ada pemikiran untuk memberikan kontribusi begi negaranya. Maka tidak prihatinkah kita jika calon pemimpin yang akan merubah negara dan bangsa ini, sudah dilemahkan oleh kebiasaaan mereka yang tidak peduli terhadap permasalahan yang terjadi di negara ini??.

Ini adalah salah satu penyebab negatif terhadap perkembangan media yang begitu pesat. Padahal jika kita perhatikan fungsi media yang sebenarnya menurut undang-undang adalah sebagai sarana untuk pendidikan, informasi , hiburan dan alat untuk pemersatu bangsa. Bahkan media mempunyai peran sangat penting dalam pembentukan opini dan mempunyai power yang sangat luarbiasa dan menjadi kekuatan tertinggi keempat setelah Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Namun realitanya, apakah media saat ini sudah mencakup fungsi yang sebenarnya sesuai dengan amanat undang-undang?. Tentunya belum, karena jika diperhatikan acara-acara yang ada di televisi hampir semua hanya bermuatan hiburan tanpa ada unsur pendidikannya sama sekali. Kalaupun ada acara pendidikan, itupun hanya segelintir saja, bahkan muatan acara pendidikan ini terkadang sudah tidak original lagi, karena didalamnya sudah dirasuki hal-hal negatif yang jauh dari sifat mendidik.

Bahkan jika di teliti lebih dalam lagi, adanya televisi menjadi titik awal permusuhan sesama rakyat yang ada di suatu negara. Karena tidak sedikit peristiwa yang terjadi di masyarakat, diberitakan dengan opini-opini yang sinis yang sebenarnya tidak sebenarnya. Maka jika fenomena ini sudah menjangkiti suatu negara, lihatlah kehancuran negara tersebut. Apakah ini yang dikehendaki oleh kita semua??. Saat ini media kita khususnya pertelevisiaan di Indonesia belum memenuhi kepentingan publik alias masih memenuhi kepentingan owner semata, mungkin kita dapat menilai mana televisi yang benar-benar dapat mengakomodir kepentingan-kepentingan maslahat dan mana yang hanya meninggikan rating meski programnya berbau madharat. Dan owner yang dibelakang media tersebut yang biasanya berperan untuk menentukan arah televisi yang pimpinnya. Jika owner yang mempunyai komitmen tinggi terhadap kemaslahatan bangsa pastinya akan mengarahkan lembaganya menuju kemaslahataan yang diimplementasikan dengan program-program yang bernilai manfaat, dan juga sebaliknya. Padahal siapapun owner yang memimpin, media haruslah menjadi sarana Independen dalam mewujudkan negara yang bersatu dan dapat memberikan kontribusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai dengan amanat dari undang-undang dasar 1945.

Namun kitapun tidak bisa mengkambing hitamkan owner dan media sebagai salah satunya faktor yang membuat negara ini terpuruk, karena banyak juga manfaat yang dihasilkannya. Tetapi jumlahnya itu sangat sedikit. Oleh sebab itu untuk membantu pengembangan media sebagai pendorong atas kemajuan negara dan bangsa ini harus ada keterkaitan atau campur tangan dari semua elemen masyarakat mulai dari pemerintah, para guru, alim ulama sampai kepada masyarakat secara keseluruhan, supaya semuanya dapat bersinergi untuk mengembalikan fungsi dasar dari adanya media ini.

Peran yang dapat dilakukan oleh pemerintah ialah dengan membuat peraturan atau kebijakaan terkait dengan media. Peran guru dapat berupa pengajaran kepada murid-muridnya dengan sebaik mungkin, jangan sampai guru memberikan contoh yang tidak baik kepada muridnya, kemudian pastikan setiap murid diberikan pemahaman terkait dengan pemanfaatan media dengan sebaik-baiknya. Selain itu peran yang dapat dilakukan oleh alim ulama adalah dengan memberikan ruh terhadap lembaga – lembaga penyelenggara media, manurut KH. Wawan Sofwan Solehudin sebagai salah satu pengurus MUI Jawa Barat mengatakan “ Tugas utama ulama adalah menyadarkan umat, karena Ulama itu ibarat dokter. Namun tugas dakwah adalah tugas semua umat untuk ta’muruna bil makruf watanhauna ‘anil mungkar, oleh sebab itu masyarakat berperan penting dalam pengembangaan ini. Dari sini maka peran kita adalah bagaimana meng’agama’kan media. Dan peranan ulama adalah menjadi ruh bagi media agar media-media akan menjadi hidup dan benyawa.”
Read more »

Senin, 02 Mei 2011

PERTANYAAN SETELAH LULUS KULIAH???

Tinggal menghitung hari, masyarakat Universitas Pendidikan Indonesia akan disuguhi perhelatan akbar, yaitu pelepasan mahasiswa yang telah lulus dalam mengarungi akademik atau wisuda. Pelepasan mahasiswa yang menjadi rutinitas setiap tahun ini menjadi idaman setiap mahasiswa yang mengenyam pendidikan di suatu perguruan tinggi tertentu, tidak terkecuali di Universitas Pendidikan Indonesia. Namun pertanyaan selanjutnya apakah yang akan para wisudawan bawa untuk menjadi pegangan bagi kehidupannya kelak, padahal tantangan kedepan begitu sangat tinggi, belum lagi mereka harus menghadapi orang – orang yang beranggapan bahwa biasanya lulusan – lulusan perguruan tinggi inilah yang memberikan kontribusi yang besar terhadap angka pengangguran di Indonesia. Mengutip data survei tenaga kerja nasional tahun 2009 yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) terkait tingginya jumlah pengangguran di Indonesia. Data tersebut mengungkapkan, dari 21,2 juta masyarakat Indonesia yang masuk dalam angkatan kerja, sebanyak 4,1 juta orang atau sekitar 22,2 persen adalah pengangguran. Lebih mengkhawatirkan lagi, tingkat pengangguran itu didominasi oleh lulusan diploma dan perguruan tinggi dengan kisaran angka di atas 2 juta orang. Merekalah yang kerap disebut dengan "pengangguran akademik".

Disisi lain lulusan perguruan tinggi ini harus menghadapi kenyataan yang sangat pahit, mereka harus bersaing dengan lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) dalam mendapatkan pekerjaan. Hal itu disebabkan banyak pengusaha yang memilih mencari pegawai siap pakai dengan bayaran rendah. "Pengusaha lebih menyukai merekrut lulusan SMK dengan kompetensi siap pakai dan bayaran rendah, daripada lulusan sarjana dengan kompetensi siap latih dan bayaran tinggi," kata Retno Nartani, General Manager PT Bara Alam Utama pada studium general usaha tambang Batubara. Hal ini memang tidak bisa di generalisasi, namun mau tidak mau lulusan perguruan tinggi ini harus mempersiapkan segala hal yang terkadang lulusan SMK ini lebih kompeten daripada lulusan perguruaan tinggi. Kemudian lulusan perguruan tinggi jangan sampai "manja" sehingga hanya siap latih, bukan siap pakai seperti lulusan SMK. Ketika belajar, siswa SMK lebih banyak praktik, sedangkan sarjana lebih banyak belajar mengenai teori dan tidak terlatih praktik di luar. “Banyak lulusan sarjana bersikap manja, dalam arti ingin langsung dapat posisi bagus. Ada pikiran bahwa saya sarjana, jadinya malas belajar dan ketika dilatih tidak luwes".

Selain itu, perlu diketahui bahwa lulusan perguruan tinggi ini menjadi salah satu meraka yang terkait dengan kasus korupsi, Ketua Mahkamah Konstitusi(MK) Mahfud MD menyatakan, hampir 70 persen koruptor adalah sarjana. Berarti jika melihat pernyataan ini hanya 30 persen saja lulusan perguruan tinggi yang bersih alias dapat menjadi teladan bagi yang lainya.

Apakah kita sebagai mahasiswa atau calon lulusan perguruan tinggi, tidak merasa miris dengan kenyataan – kenyataan ini semua??, Padahal mahasiswa adalah mereka yang menjadi agent of change artinya mahasiswa yang menjadi salah satu tumpuan perubahan bagi mahasiswa yang lainnya bahkan menjadi tumpuan perubahan masyarakat secara umum. Jangan sampai motto yang maknanya sangat dalam dan baik itu menjadi boomerang bagi mahasiswa itu sendiri.

Oleh sebab itu perlu disampaikan bahwa yang namanya mahasiswa adalah mereka yang lebih (maha) dari pada siswa SD, SMP, dan SMA/SMK. Maka segala hal yang tidak dimiliki oleh siswa, kemudian mahasiswa harus dapat mengcover segalanya. Siswa dapat berhasil maka mahasiswa harus lebih berhasil, siswa dapat memberikan yang terbaik bagi bangsa maka mahasiswa selayaknya wajib memberikan yang lebih baik kepada bangsa dan negaranya.

Hal ini memang tidak mudah, perlu adanya partisipasi yang menyeluruh dari segala aspek, mahasiswa perlu mengembangkan dirinya dengan soft skil atau keterampilan yang lain diluar mata kuliah yang digelutinya, seperti kemahiran dalam mengoprasikan komputer, mempunyai kepribadian yang berkarakter dan lain sebagainya. Karena ternyata dunia kerja saat ini memerlukan bukan mereka yang hanya mahir dalam keahlian sesuai dengan bidang masing-masing yang digelutinya saja, tetapi lebih daripada itu dunia kerja membutuhkan orang – orang atau lulusan – lulusan perguruan tinggi yang mampu mengintregrasikan antara kualitas personal dengan prestasi akademiknya, yang kemudian akan menghasilkan insan yang trampil, cekatan dan juga jujur. Itu semua tidak bisa diwujudkan hanya mengandalakan kuliah di kelas saja, lulusan perguruan tinggi harus mempersiapkan jauh – jauh hari sebelum mereka lulus. Berarti, ketika kurang lebih empat tahun mengenyam pendidikan di kampus, mahasiswa harus senantiasa memupuk aspek – aspek yang di butuhkan dunia kerja. Dan itu dapat dibiasakan ketika mengikuti Organisasi – organisasi intra kampus yang ada, karena ternyata sedikitnya ketika seseorang aktif dalam berorganisasi maka mereka akan terlatih bagaimana mereka menghadapi masalah, bagaimana mereka memutuskan putusan yang tidak ringan, yang pada akhirnya dapat berakibat mereka semakin dewasa dan dunia kerjapun menjadi bersahabat denganya.

Jauh dari itu semua menurut Mahfudz MD banyak universitas yang hanya mencetak Sarjana bukan Cendekia. Menurutnya, sarjana hanya dibekali kepintaran otak tanpa diberengi dengan kecerdasan moral. "Lulusan Universitas harus menjadi Cedekiawan bukan hanya sarjana," Lebih jauh lagi ia menjelakan, prilaku untuk menjadi seorang cendekia telah tersurat dalam kitab suci Al-Qur'an. Dalam kitab suci al-qur’an disebutkan, kita harus menjadi generasi Ulul Albab. Yaitu mereka yang mempunyai pengetahuan yang luas dibarengi dengan moral yang mendalam. Termasuk dengan filosofi yang tersirat dalam pembukaan Undang-undang Dasar (UUD 1945). Yang mana tertulis secara jelas bahwa tujuan didirikannya negara ini adalah untuk melindungi segenap bangsa dan segala tumpah darah Indonesia. Serta mencerdaskan kehidupan umum. Kata-kata mencerdaskan kehidupan umum adalah cerdas di otak dan cerdas di hati, maka lulusan sarjana sepantasnya harus menjadi cendekia sehingga memiliki akhlakul karimah.

Memang bukanlah menjadi ukuran kesuksesan lulusan perguruaan tinggi itu dengan mereka langsung bekerja, tetapi tidaklah salah jika mahasiswa mempersiapkan dari jauh-jauh hari, supaya tidak ada kekecewaan di kemudian hari. Namun pada akhirnya, semua ini akan dikembalikan kepada mahasiswa atau lulusan perguruan tinggi itu sendiri, mau kemanakah setelah ini?? Setelah bersorak bergembira karena sudah lulus kuliah, apakah kegembiraan itu akan berlanjut setelahnya lulus?? Jawabanya hanya engkau yang tahu..wallahua’lam

Read more »

 

KABAR TERKINI

KATA MUTIARA

GALLERY