Kamis, 29 Januari 2009

PROFILE MY PESANTREN




PONDOK PESANTREN AL-BASYARIYAH BANDUNG JAWA BARAT
ALBA. Begitulah para santri menyebut tempat mereka menimba ilmu dan menempa diri untuk melatih diri menjadi Muslim sejati, Pondok Pesantren Al-Basyariyah.
Secara bahasa, Al-Basyariyah artinya kemanusiaan. Menurut perintisnya, Drs. KH. Saeful Azhar, nama ini dipilih sebagai cerminan misi pesantren yang bertujuan mendidik manusia bersifat perikemanusiaan. ”Manusia yang baik itu datang dengan sambutan gembira dan pulang dengan penuh tangis dan duka,” ujar Buya –nama panggilan KH. Saeful Azhar. ”Pesantren ini berusaha agar para santrinya menjadi orang yang senantiasa diharapkan keberadaannya oleh lingkungan sekitarnya.”
Pontren Al-Basyariyah dirintis Buya sejak tahun 1973, ketika ia menerima harta wakaf dari kakeknya, H. Basyari. Wakaf itu sendiri dilakukan saat Buya masih kecil sehingga ditunjuk seorang nadzir, KH. Sadeli. Penyerahan wakaf kepada KH. Sadeli dilakukan secara tertulis pada secarik kertas. Isinya, “Diserahkeun ka K.H. Sadeli samemeh budak H. Ijazi (ayah Buya) gede” (diserahkan kepada KH Sadeli sebelum anak H. Ijazi besar).
Harta wakaf yang Buya terima yaitu masjid tembok kondisi rusak tua ukuran 6×12 meter, madrasah bilik kondisi rusak tua ukuran 6×9 meter, juga tanah darat sekitar 50 tombak yang ditempati masjid, madrasah, dan kuburan keluarga abah H. Basyari, terletak dikampung Pengurisan Kecamatan Babakan Ciparay (waktu itu Jln. Cibaduyut), serta tanah sawah seluas 250 tombak di Kampung Cikamandilan.
Dengan bekali basic mesantren selama 12 tahun di Pesantren Modern Gontor, Buya memanfaatkan semua wakaf itu untuk mendirikan dan mengembangkan pesantren. Tahun 1982 ia melepaskan segala jabatannya sebagai dosen di perguruan tinggi, sebagai anggota DPR, juga jabatan beberapa lembaga lain untuk berkonsentrasi penuh mengurus pesantren.
Buya memadukan sistem pendidikan modern dan salafi. Seluruh harta kekayaan Buya dan Ummi (panggilan istrinya) dijual untuk modal membangun pesantren, termasuk tanah Buya seluas 200 tombak. Saat itu, Mak Aji (ibu Buya) menangis melihat semua harta dijual oleh anaknya sehingga tidak punya apa-apa lagi, tetapi Buya berkeyakinan bahwa Allah akan menolong hambanya yang berjuang dijalan-Nya. ”Dari sejumlah harta yang dijual hanya cukup membangun 1 buah masjid dan 3 lokal madrasah. Dari sinilah cikal bakal majunya Pondok-Pesantren Al-Basyariyah,” kenang Buya.
Mulanya santri yang belajar di Pontren Al-Basyariyah hanya 9 orang, salah satunya Ust. Endang Suhendi, S.Ag. yang sekarang menjadi “Mudirul Ma’had” (Kepala Sekolah). Pada tahun kedua santri bertambah menjadi 30 orang. Sekarang jumlah santri mencapai ribuan. Bahkan, pesantren ini sekarang memiliki empat cabang, yaitu Kampus I Al-Basyariyah Cibaduyut, Kampus II Al-Basyariyah Cigondewah, Kampus III Al-Basyariyah Arjasari, dan kampus IV Al-Basyariyah Cikungkurak.
Biaya Semurah-Murahnya, Disiplin Seketat-KetatnyaPondok Pesantren Al-Basyariyah mengedepankan kualitas. Pedoman operasionalnya adalah “biaya semurah-murahnya disiplin seketat-ketatnya”. ”Karena disiplin merupakan langkah awal untuk mewujudkan keberhasilan,” kilah Buya. “Diterapkannya disiplin dalam kehidupan sehari-hari agar tercipta kehidupan yang tertib dan tidak ugal-ugalan.”
Pontren ini memiliki visi-misi mencetak kader-kader ulama yang ahli fikir dan ahli dzikir yang berkualitas, menjadi lembur ilmu, majelis disiplin, kancah ibadah, wahana perjuangan dalam mencapai fidunya hasanah wa filakhiroti hasanah waqina adzabannar” –selamat dunia dan akhirat.
Sebagai pemimpin pesantren, Buya menerapkan disiplin tinggi kepada seluruh santri dan mudzabir (pengurus) lengkap dengan sanksinya. “Disiplin tanpa hukuman bagai ular tak berbisa” menjadi salah satu moto pesantren ini. Datang terlambat kembali ke pesantren setelah “pulang bulanan” termasuk pelanggaran disiplin. Demikian pula merokok di kelas. Sanksi bagi mereka antara lain digunduli.
Buya juga membuat turan soal penerimaan tamu, yaitu tamu wajib bawa KK (Kartu Keluarga). Tamu yang boleh ditemui santri hanya yang tercantum namanya dalam KK tersebut. Hal ini disebabkan adanya santri putri yang berani menerima tamu laki-laki, padahal ia bukan keluarganya. Buya memergoki mereka saat berduaan di ruang penerimaan tamu.
Tidak sedikit santri yang keluar karena tidak tahan dengan aturan demikian. “Biar santri kabur karena tidak kuat dengan disiplin, asal jangan santri kabur karena kesan pondok tidak disiplin,” tutur Buya dalam sambutan acara wisuda (khataman) angkatan 20 pada 13 Juli lalu.
Salah satu berkah disiplin tinggi itu, Pesantren Al-Basyariyah kini berkembang pesat. Hampir tiap bulan ada kunjungan dari berbagai lembaga pendidikan untuk melakukan studi banding.
Lembaga-lembaga pendidikan (sekolah) di bawah pontren ini sudah terakreditasi A. Lebih dari itu, untuk tingkat Madrasah Aliyah dan Madrasah Tsanawiyah dinyatakan sebagai sekolah unggulan Jawa Barat, sesuai dengan SK Departemen Agama No: A/Kw.10.4/MTs/04/142/2006 dan A/Kw.10.04/016/2006.
Tidak ingin prestasi yang telah dicapai berhenti di tengah jalan, apalagi tidak sedikit pesantren yang mati karena kyainya wafat, Buya pun memperhatikan pengkaderan dengan program beasiswa bagi santri yang berprestasi dan bersedia menjadi “pejuang pondok”. (Isma Adhiyah Gustini & Komariah, Mhs. KPI UIN SGD Bandung).*/DARI tabloidalhikmah.wordpress.com
Read more »

 

KABAR TERKINI

KATA MUTIARA

GALLERY